Oleh : Made Kaysha Mauri Ayudya
Pemerintahan Prabowo Subianto punya cita-cita besar. Semuanya ditulis rapi di dalam Asta Cita yang menjadi pegangan berjalannya pemerintahan. Salah satu program kerja super ambisius yang tercatat adalah program tiga juta rumah per tahun. Unit-unit rumah ini khususnya diperuntukkan kepada masyarakat berpenghasilan rendah. Program ini memang bukan sesuatu yang baru. Tetapi catatan pencapaian yang tak begitu meyakinkan pada tahun-tahun sebelumnya cukup untuk mempertanyakan keambisiusan di balik program ini.
Permasalahan kesenjangan tempat tinggal di Indonesia masih terbuka lebar. Jumlah tempat tinggal yang sudah terbangun dengan yang seharusnya ada cukup membuktikan adanya kerenggangan (backlog). Program pembangunan tempat tinggal memang diperlukan untuk mengatasinya. Karenanya tak heran mengingat program serupa sudah dilakukan sejak pemerintahan era sebelumnya. Tetapi yang menjadi catatan miring adalah gagalnya pemenuhan target yang ditetapkan. Itupun dalam program pemerintahan sebelumnya jauh lebih kecil angka yang ditetapkan dibanding saat ini. Tak heran program tiga juta rumah terdengar meragukan dengan rekam jejak tersebut.
Program yang besar dibarengi dengan pembiayaan yang meraksasa. Menyedot dana tak hanya dari APBN, program tiga juta rumah harus mengambil Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), Subsidi Bantuan Uang Muka (SBUM), Subsidi Selisih Bunga (SSB), hingga Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Tak cukup sampai di sana, bantuan konglomerat seperti Agung Sedayu Group yang diketuai Aguan serta kelompok lainnya juga menjadi tulang belakang. Bahkan wacana bantuan oleh negara lain sudah dipertimbangkan. Selain dana, faktor lain seperti ketersediaan lahan dan perizinan juga turut menghantui. Hal-hal seperti ini yang dinilai menghambat kinerja program sebelumnya.
Sudahlah dibebani faktor teknis, pemerintah harus terus menanggung ekspektasi masyarakat. Meski memang tak ada yang tak mungkin. Namun, masih bisakah janji-janji yang menggiurkan ini dipercaya? Bagaimanapun masyarakat tak butuh cuap-cuap manis saja. Pemerintah tak dapat terus mengulang kesalahan yang senada. Seharusnya, pematokan angka yang ambisius sudah lebih dari cukup untuk membuktikan keseriusan. Banyak harapan masyarakat yang bertumpu pada janji pemerintah. Tak khayal, memiliki hunian layak tinggal pribadi adalah impian semua orang. Bukankah kejam bagi pemerintah jikalau menggantungkan asa orang-orang ini begitu saja tanpa kepastian?
Kendati tak sedikit yang menilai keyakinan pemerintah pada program ini jangan sampai membutakan kemungkinan terburuknya. Semakin tinggi suatu rencana disusun, semakin kencang pula angin yang menggoyahkan. Perencanaan yang rentan harus diantisipasi. Program tiga juta rumah jangan sampai menjadi awal dari masalah yang baru. Pemerintah yang sudah menjanjikan akan punya tantangan untuk merealisasikannya. Keambisiusan ini perlu dibayar oleh kerja nyata. Pada akhirnya tiga juta rumah bukanlah tentang angka. Tetapi keseriusan pemerintah pada ucapannya. Keseriusan pemerintah pada masyarakat.