Pers Indonesia harus independen. Artinya dalam memberitakan tidak dipengaruhi kepentingan, dan intervensi pihak lain. Disamping independen, berita yang diinformasikan harus akurat, berimbang dan tidak beritikad buruk. Hal ini sesuai dengan yang diamanatkan Undang-Undang (UU) nomor 40 tahun 1999 tentang pers. tepatnya pada pasal 1. Pers jika ingin independen juga harus patuh pada Kode Etik Jurnalistik (KEJ). Kedua peraturan inilah yang harus ditaati dan dijadikan acuan bagi setiap media di Indonesia.
Celakanya, beberapa media di Indonesia, khususnya di Bali tidak independen. Berita yang dipublikasikan masih berdasarkan atas kepentingan penguasa semata. Istilahnya siapa yang berkuasa dialah yang menentukan jalan cerita.
Polemik reklamasi Teluk Benoa misalnya. Investor PT Tirta Wahana Bali Internasional (TWBI) telah berinvestasi ke seluruh lapisan. Hingga, orang nomor satu di Bali pun mampu diperalatnya. Meskipun cacat hukum, gubernur tetap bersikukuh merealisasikan rencana reklamasi. Kemudian muncullah perdebatan sengit antara gubernur dan masyarakat. Bahkan, beberapa media berlomba-lomba menyalahkan tindakan gubernur meski harus berhadapan sesame media. Media dan media. Sementara sang investor duduk tenang menunggu titik akhir perkelahian tersebut.
Mengintip pemberitaan media-media lokal di Bali, pihak pro dan kontra kasus reklamasi seolah taka da titik temunya. Narasumber yang diwawancara hanya sepihak, dan tidak diberikan kepada pihak lain untuk beragumen. Inilah yang menimbulkan tidak terkontrolnya opini publik.
Mengingat berita yang disajikan beberapa media tidak lagi independen, masyarakat harus lebih cerdas. Cerdas dalam artian mampu membedakan mana berita benar, mana yang salah. Masyarakat juga dituntut membandingkan berita di media satu dan lainnya. Tujuannya, agar masyarakat sebagai penikmat informasi mampu memandang persoalan dari berbagai sudut pandang. Nantinya masyarakat dapat menyimpulkan dengan benar bagaimana duduk permasalahan yang sebenarnya.
Dewan pers harus sebagai pengawas penerapan KEJ harus mampu menjalankan fungsi sesuai yang diamanatkan UU nomor 40 tahun 1999 pasal 15. Dewan pers harus melakukan pengawasan terhadap media secara rutin. Pertegas kembali UU dan KEJ. Selain itu, jangan ragu untuk menjatuhkan sanksi kepada media yang terbukti melanggar.
Kembali lagi pada sikap pers. Pers sebagai wahana paling strategis dan bertanggungjawab atas pemberitaan harus kembali ke jalur independen. Hentikan pemberitaan yang memihak oknum berkepentingan. Ingat, Indonesia adalah negara demokrasi. Pentingkan kepentingan rakyat diatas segalanya. Jika tidak, pers artinya menodai prinsip pokok Indonsia. Dengan demikian pers jangan lagi menjual kehormatan dan independesinya demi kaum-kaum berduit.