Oleh : Ni Ketut Ayu Fitarini
Tak jarang ditemukan berita-berita maupun informasi mengenai bencana alam yang terjadi di dunia. Khususnya di Indonesia. Permasalahan lingkungan ini kerap ditemukan di platform-platform yang bergerak di bidang lingkungan. Salah satunya Greenpeace. Greenpeace merupakan lembaga yang bergerak aktif di bidang lingkungan dan bergerak di hampir di seluruh dunia. Satu di antaranya adalah di Indonesia. Dalam kanal instagramnya (@greenpeaceid), terdapat salah satu postingan mengenai gerakan dari Greenpeace tentang keberadaan sampah-sampah sachet yang kerap ditemukan di sungai dan pesisir pantai.
Tak dapat dipungkiri persoalan sampah sachet atau sampah plastik tiada habisnya. Sebab jika diperhatikan penggunaan plastik hampir terjadi di seluruh lapisan kehidupan masyarakat. Botol plastik, wadah makanan dari plastik, plastik sachet minuman dan pencuci pakaian, serta masih banyak tak terhingga penggunaan plastik di kehidupan manusia. Lantas, mengapa sampah plastik ini begitu mengancam umat manusia?
Mengutip dari katadata.co.id, Indonesia diperkirakan menghasilkan 64 juta ton sampah setiap tahunnya. Namun, merujuk data Sustainable Waste Indonesia (SWI) tahun 2017, dari angka tersebut baru 7 persen yang didaur ulang, sementara 69 persen diantaranya menumpuk di tempat pembuangan akhir (TPA). Lebih parahnya lagi 24 persen sisanya dibuang sembarangan dan mencemari lingkungan sehingga dikategorikan sebagai illegal dumping. Melihat kondisi tersebut tak dapat dibayangkan jika secara keberlanjutan manusia di seluruh dunia menggunakan plastik secara massal.
Sampah plastik merupakan salah satu limbah anorganik yang membutuhkan waktu untuk terdaur ulang 50-100 tahun. Bahkan bisa saja lebih dari itu. Mengutip dari alodokter.com, limbah plastik ini dapat menghasilkan zat karsinogenik yang mampu memicu kanker, seperti kanker paru-paru, kanker payudara, kanker prostat, dan kanker testis. Tak hanya itu, dari sisi lingkungan sampah plastik yang terbawa arus air juga mampu merusak ekosistem perairan. Sehingga, sumber-sumber makanan seperti ikan akan tercemar dan kandungan gizinya tergantikan oleh zat-zat berbahaya dalam limbah plastik.
Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan kepekaan untuk bertindak dari masyarakat. Sebagai media penggerak, jurnalis perlu aktif dalam mengungkit isu lingkungan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara berkarya dalam mengkritisi bagaimana sampah plastik tidak terkelola dengan baik di wilayah Indonesia dan memberikan solusi akan hal itu. Tak hanya itu, sinergi dan aksi jurnalis juga diperlukan. Sehingga dapat dicontoh oleh seluruh masyarakat Indonesia.